cerpen ku

Pelangi di langit

Sastra


Selasa, 18 Agustus 2009

Kampus itu dipenuhi dengan mahasiswa baru untuk tahun ajaran 2009-2010. Mahasiswa-mahasiswa tersebut baru saja merasakan kemenangan setelah lulus test masuk perguruan tinggi negeri dan menjadi bagian dari kampus tersebut. Kampus sastra USU.

Satrio adalah salah satu mahasiswa yang merasa dirinya kurang beruntung karena tercampak ke pilihan kedua dalam SNMPTN yaitu Sastra Inggris, setelah gagal pada pilihan pertamanya yaitu psikologi. Namun ia mencoba berpasrah diri dengan menikmati alunan kehidupan sastra beserta segala dinamika dan warnanya mulai hari ini.

Hari ini adalah hari kuliah pertamanya setelah OSPEK, dengan kepala gundul ia lebih terlihat culun berjalan dengan penampilan seadanya, karena ia bukanlah mahasiswa yang mampu membeli kemeja Nevada dan celana merek-merek luar negeri yang terkenal yang biasa digemari oleh anak muda sekarang khususnya kalangan kampus. Yang ia kenakan hanya kemeja yang entah merek apa dan celana panjang tak bermerek. Seperti biasa dosen-dosen yang mengajar disastra adalah dosen yang cukup fair dan santai. Hari pertama kuliah biasanya tidak ada dosen yang masuk. Begitu hingga seminggu sudah ia berada di sastra. Dosen yang masuk ke kelas hanya sekedar masuk memperkenalkan diri kemudian mendiskusikan topic-topik ringan.

Senin, 24 Agustus 2009

Satrio melangkah cepat menuju Kansas untuk mencari makanan karena perutnya dari tadi telah terdesak kelaparan. Setelah ia menempati salah satu meja di kantin itu ia pun mulai memesan makanan. Sejurus kemudian makanan pun datang, Satrio menyantapnya santai karena masih ada setengah jam lagi untuk mata kuliah selanjutnya. Suasana kantin pada saat itu sangat ramai oleh mahasiswa yang mungkin juga sedang kelaparan atau juga sekedar duduk, bermain kartu dan minum teh botol. Oh iya Kansas ini adalah satu dari tiga kantin di sastra. Entah kenapa juga tempat ini dinobatkan menjadi Kansas (Kantin Sastra) padahal harga makanan disini tidak murah, lumayan mahal juga lah.

Kembali ke SAtrio, pemuda ini sebenarnya cukup cakep, dengan kulit sawo matang dia juga bisa termasuk cowok manis standar sastra. Baru sepuluh menit ia menikmati kesendirian sambil menyantap makanannya, tiba-tiba seorang cewek yang bisa dibilang cakep duduk satu meja dengannya. Ia sempat ingin bertanya tapi mengingat kondisi kantin yang sangat ramai ia urungkan pertanyaannya lagipula tak ada meja yang kosong pada saat itu. Walaupun cewek itu cakep dan membuat jantung Satrio deg-degan, tapi tetap saja ia jadi salah tingkah makan didepan cewek itu. Cewek itu juga hanya diam dan seperti tak punya ekspresi pada wajahnya yang wah itu. Ingin Satrio mengajukan beberapa pertanyaan yang lumayan mengusiknya seperti: “koq sendirian mbak?” atau “Namanya siapa mbak, jurusan apa gitu?”. Tapi ia tetap tak melakukannya. Kemudian seorang cowok yang dari penampilannya mungkin seorang superstar, pasalnya gayanya berlebihan seperti artis yang mau manggung lengkap dengan aksesorisnya melangkah menuju meja mereka dengan muka sinis terhadap Satrio.

“ Ooo… jadi ini pacar kamu sekarang? Ini pengganti aku?” ucapnya sinis, menunjukkan dia itu seorang pria berperangai buruk. Sementara Satrio gelagapan karena dituduh begitu.

“ Iya..!! Emang kenapa? Apa urusanmu?” Jawab si gadis ketus.

Satrio jadi tambah gelagapan tak menentu. Wajahnya terlihat semakin bingung, tapi ia tetap bungkam. Bagaimanapun juga ia tak bisa membohongi hatinya yang gembira luar biasa karena disebut sebagai pacar gadis itu.

“Serius kamu.. kamu.. apa..?” cowok parlente tadi pun jadi gelagapan juga tak menyangka.

“udah sayang, jangan dipeduliin ne orang sinting.” Ucap gadis itu memegang tangan Satrio. Satrio jadi semakin tak menentu, dia blank. Seketika itu cowok parlente itu menggebrak meja tanda tak terima, kemudian pergi dengan amarah dihatinya. Sepeninggal cowok itu, gadis itu melepas tangan satrio dan terdiam. Air mata mulai mengambang di matanya. Satrio ingin berkata-kata namun gadis itu keburu pergi. Hatinya kosong.

Selasa, 25 Agustus 2009.

Satrio sedang berada di kelas dengan mata kuliahnya. Ia yang tadinya tekun menyimak dosen yang ada di depan jadi melongok keluar karena “pacarnya” yang kemaren ada dikantin itu melintas tepat ketika ia menoleh ke jendela, namun wajahnya tetap datar. Entah kenapa Satrio jadi ingin tahu lebih jauh mengenai gadis itu. Selidik punya selidik ternyata gadis itu anak Sastra Jepang stambuk 2008. dia tahu itu tentunya dari temannya Rizal yang sedikit selalu caper dan TP-Tp sama cewek-cewek..

“Ternyata kalo diperatiin ne cewek manis juga ya..” ujarnya dalam hati. Dan saat itu ia langsung memutuskan bahwa ia suka gadis itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Obat Trigoxin dan Review "Run" (2020)

Review Film: Bahubali, Klasik tapi Asik

Review Film "Share (2019)": Perjuangan yang Keliru