Mayat



Langkah pria itu mantap dengan semua senyuman di wajahnya. Aku bisa menundukkan dunia. Kau, kau, dan kau, cuma ilusi yang bermimpi menjatuhkanku. Girang pria itu jelas kelihatan hingga tawa dalam hatinya kedengaran.

Ia tetap melangkah, melewati tubuh mati para korbannya. Di antara tumpukan mayat-mayat kaku, beku. Satu wajah, kusam, lusuh tanpa warna, memandang kosong dalam matinya.

"Kenapa matamu tidak mati juga?" Sang pria risih. Ia mengambil pisau dan mencongkel mata si mati.

Kedua bola mata itu menggelundung ke selokan busuk. Pria tidak peduli. Kini si mati tak memiliki mata lagi. Wajahnya kusam dan lusuh dengan mata bolong.

Pandangannya semakin kosong. Kali ini beserta raut wajah menghakimi. Pria berang. Ia tidak ingin melihat raut itu pada wajah si mati.

"Kalau mati ya mati saja. Kenapa kamu masih pongah wahai raga yang mati. Ketahuilah, kau akan segera membusuk dilumat tanah,"

Wajah si mati tanpa mata terlihat tersenyum. Puas.

"Apa? Apa yang kau senyumkan? Aku telah menjadikanmu mati! Kau tak punya kuasa apa-apa! Kau mati!"

Wajah mati itu masih dengan ekspresinya tadi. Sebagai mayat ia tak berusaha menunjukkan eksistensi kematian dalam dirinya. Ia juga tak ingin dinilai hidup. Tapi ia tak bisa menahan senyumnya. Hanya, mata bolongnya kali ini tak bisa mewakili apa-apa yang dirasakannya. Ups! Mayat tidak merasa.

"Hey! Cukup! Kematian adalah pintamu, dan aku memberikannya! Lalu apa yang kau sembunyikan di balik matimu. Telah aku bunuh semua rasamu! Kau mati rasa! Kau mayat yang mati!"

Mayat tak bergeming.

"Bukan karena kau malaikat lantas kau tak bisa mati. Ada banyak malaikat yang pergi kepada kematian. Menyerahkan jiwa pada ketidakpastian. Sama dengan kau! Bukankah aku sudah katakan kalau yang kupunya cuma ketidakpastian. Kenapa kau menawarkan nyawa? Ha? Setelah nyawamu melayang, apa yang kau mau dariku? Kau tak bisa membunuhku..hahaha,"

Mayat mati tanpa reaksi.

"Dan bukan karena kau punya pedang lantas aku tak berani menikammu! Kau sendiri tak punya nyali menghakimiku dengan pedang itu! Beribu hujaman berani kutikamkan seperti pada banyak malaikat lain. Kau lihat mayat-mayat itu kan? Mereka bahkan tidak hanya kehilangan nyawa, mereka hanya kehilangan hati,"

Mayat mati masih tanpa reaksi. Pria hilang akal, ia marah si mayat cuma bisu tanpa geming dengan mata bolongnya. Dia mencabik-cabik tubuh mayat dan mengambil jantungnya. Jantung mati, dingin dan kaku.

"Hahaha.. Hahaha.. Ini! Ini bukti kau mati! Senyummu tiada arti," ujar pria itu melangkah berlalu, membuang jantung si mayat juga ke dalam selokan busuk.

Mayat ditinggal tak bergeming.  Pria berjalan menjauh. Mayat masih tak bergeming. Ia tidak lagi merasakan sakit dalam matinya.

Sakit itu telah ia hinggapkan pada nadi pria tadi, seperti menularkan virus layaknya film-film zombie Amerika. Seperti secercah rasa bersalah yang membawanya kembali dan duduk mematung di sisi mayat.

Kini dengan pandangan pura-pura menyesal. Pria mengambil kain kafan dan menutup tubuh hingga wajah dan kepala si mayat. Kini tanpa kata, ia menundukkan kepala seolah berdoa dan seolah minta maaf. Lalu berdiri dan melangkah menjauh ke dalam hutan. Tidak pernah kembali.


Angin musim panas berdesir-desir menyapu tanah tempat mayat-mayat berada. Kain kafan itu bahkan putih bersih tiada noda bergoyang sedikit ditiup angin. Dibawahnya wajah beku sang mayat menyisakan senyum mati yang sejak dulu didesain permanen melekat di wajah itu dalam kondisi apapun.Malaikat


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Obat Trigoxin dan Review "Run" (2020)

Review Film: Bahubali, Klasik tapi Asik

Review Film "Share (2019)": Perjuangan yang Keliru